ANALISIS TEORI
(disusun guna melengkapi tugas matakuliah Sejarah Fisika)
Oleh :
Budi Hariono (080210192008)
Gede Jawi Pintara (080210192003)
Sri Aminah (080210192007)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Sebuah tes diadakan dengan tujuan untuk mengukur seberapa besar tingkat pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan, dan juga bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar yang telah dilakukan oleh siswa sebagai bahan laporan bagi orang tua siswa.
Validitas soal (item validity) adalah istilah yang mudah menimbulkan kerancuan, mungkin karena namanya yang mudah menimbulkan salah tafsir (misleading). Validitas soal adalah derajat kesesuaian antara se¬suatu soal dengan perangkat soal-soal lain, Ukuran validitas soal adalah korelasi antara skor pada soal itu dengan skor pada perangkat soal (item-total correlation) yang banyak dihitung dengan korelasi biserial. Isi validitas soal adalah daya pembeda soal (item discreminating power). Informasi yang di miliki hanyalah bahwa kumpulan atau perangkat soal itu bersama-sama mengukur sesuatu.
Validitas Tes atau validitas alat ukur adalah "sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur". Jadi, validitas tes pada dasarnya menunjuk kepada derajat fungsi mengukurnya suatu tes, atau derajat kecermatan ukurnya sesuatu tes.
Definisi yang paling lazim mengenai validitas tercermin dalam pertanyaan: ”Apakah kita sungguh-sungguh mengukur ihwal yang memang ingin kita ukur? Dalam pertanyaan ini yang ditekankan adalah apa yang sedang diukur. Misalnya seorang guru telah menyusun tes untuk mengukur minat pada matematika, namun yang yang dimasukkan ke dalam tes tersebut adalah butir-butir yang mengukur bakat pada matematika. Tes tersebut tidak valid, karena meskipun mengukur tentang perihal matematika siswa, namun tidak mengungkap minat dan yang terungkap adalah bakat. Dengan kata lain, pengukuran yang dilakukan oleh tes ini tidak mengukur apa yang seharusnya diukur oleh guru itu.
Suatu tes atau alat ukur dikatakan valid jika pernyataan pada tes atau alat ukur tersebut mampu untuk mengungkap sesuatu yang hendak diukur. Validitas ditentukan oleh ketepatan dan kecermatan hasil pengukuran. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak (dalam arti kuanfitatif) suatu aspek terdapat dalam diri sese¬orang, yang dinyatakan oleh skor pada instrumen pengukur yang bersangkutan.
Dala pelaksanaannya, sebuah tes haruslah memenuhi validitas tes tersebut. Karena sebuah tes sangat penting artiya bagi siswa dan juga guru yang akan menyusun laporan hasil belajar siswanya. Maka dari itu validitas sebuah tes sangatlah penting.
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA
1. Validitas Tes Dalam Bidang Pendidikan
Dalam berbicara masalah validitas, prinsip dasar dari penilaian yaitu penilaian bermakna merupakan salah satu langkah awal untuk validitas. Lebih lanjut, Nitko (2007:38) menyatakan “Validity is the soundness of your interpretations and uses of students assessment results”. Ini menyiratkan sebuah makna bahwa validitas adalah sebuah kekuatan dalam interpretasi hasil penilaian siswa. Terdapat beberapa hal yang perlu ditekankan atau diingat terkait dengan validitas suatu tes, diantaranya:
Ø Konsep dari validitas diterapkan sebagai cara untuk interpretasi dan menggunakan hasil penilaian siswa serta tidak hanya pada prosedur penilaiannya.
Ø Hasil penilaian memiliki kekuatan validitas yang berbeda tergantung pada tujuan dan situasinya.
Ø Anda harus membuat keputusan tentang validitas dari interprestasi yang anda berikan atau menggunakan hasil penilaian siswa hanya setelah pembelajaran berlalu dan dikombinasikan dengan beberapa tipe bukti validitas.
2. Makna Dari Validitas Tes
Terdapat dua aspek penting terkait dengan validitas, yaitu: Apa yang diukur dan bagaimana mengukurnya dengan tepat. Secara tradiseional, validitas menekankan pada karakteristik tes, yang pada umumnya mementingkan kualitas tes. Namun, pemikiran terbaru tentang pengukuran menekankan bahwa validitas harus dikaitkan dengan kegunaannya dalam membuat skor dari sebuah tes (Joint Technical Standars for Educational and Psychological Testing dalam Ebel, 2007:90) .
3. Empat Prinsip Untuk Validitas
Keempat prinsip ini akan cukup membantu dalam menentukan keputusan tentang validitas tes hasil penilaian (Messick dalam Nitko, 2007:38):
Ø Interpretasi atau makna yang anda berikan terhadap hasil penilaian siswa anda valid hanya pada tingkat yang mana anda dapat menujukan bukti bahwa semua itu memiliki ketepatan dan hubungan dengan mereka
Ø Kegunaan yang dapat dibuat dari hail penilaian anda valid hanya apada tingkat tertentu yang mana dapat menunjukkan bukti bahwa itu menunjukkan keseuaian dan ketepatan dengan mereka.
Ø Interpretasi dan kegunaan dari hasil penilaian adalah valid hanya jika nilai mereka menyiratkan ketepatan
Ø Interpretasi dan kegunaan dari hasil penilaian adalah valid hanya jika konsekuensi dari interpretasi dan kegunaan tersebut konsisten dengan nilai yang diharapkan.
4. Bukti Yang Digunakan Untuk Mendukung Validitas Tes
Dalam proses penilaian, terdapat tiga jenis bukti validitas yang dapat digunakan dalam menunjukkan kevalidan suatu hasil penilaian, diantaranya: validitas isi, validitas berdasarkan kriteria, dan validitas konstruk.
a. Validitas Isi
Salah satu tipe dalam penentuan kesimpulan harus dikaitkan dengan intisari dari validitas tes. Dalam hal ini, dalam menulis suatu tes, kita ingin mengambil kesimpulan bahwa siswa yang mendapat skor tinggi dalam tes akan hati-hati dan lebih bertanggung jawab daripada siswa yang mendapatkan skor rendah. Untuk mengerjakan semua itu, isi tes harus berdasarkan pada definisi lain dari ”safe driving ability” yang dapat menggambarkan pengetahuan, keterampilan, dan pengertian dari kehati-hatian harus diberikan komando. Berikut ini, para pembuat tes kemampuan kognitif biasanya menghasilkan bukti validitas dalam prosesnya jika:
· Mendefinisikan secara eksplisit kemampuan yang akan diukur
· Menjelaskan secara detail tugas-tugas yang termasuk dalam tes
· Menjelaskan alasan untuk menggunakan beberapa tugas untuk mengukur kemampuan dalam suatu pertanyaan. Menulis dokumen yang berisikan komponen-komponen tersebut menghasilkan suatu rasional eksplisit yang mengindikasikan apa sebenarnya yang diukur oleh tes dan ini merupakan bukti untuk Validitas Rasional Intrinsik.
Namun permasalahanya, para pembuat tes termasuk guru, bertujuan untuk menghsilkan tes yang mengandung validitas intrinsik, tetapi mereka jarang menyatakan secara eksplisit tujuan tersebut. Mereka jarang memperhatikan proses pengkonstruksian tes sebagai proses validasi tes: Jarang dokumen mereka menuliskan alasan untuk membuat keputusan dalam pengembangan tes. Dan pada dasarnya, siapapun yang mempersiapkan diri untuk membuat tes yang memuat validitas instrinsik harus menunjukkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut:
Ø Tentang apa sekumpulan keputusan yang akan dibuat?
Ø Apa domain yang akan diukur, apakah pengetahuan, keterampilan, atau tugas yang menunjukkan dasar dari pengambilan keputusan?
Ø Apa kepentingan relatif dari subdomain yang teridiri dari definisi domain?
Ø Jenis kekayaan atau isi apa yang dimiliki oleh item tes yang akan memberikan jaminan bahwa prestasi yang diukur merupakan elemen dari domain?
Ø Apakah item tes cukup menggambarkan domain pengetahuan, keterampilan, dan tugas?
Ø Apakah bagian dari item-item tes cukup mewakili bentuk dari kepentingan relatif subdomainnya?
Ø Domain atau subdomain apa yang berada di luar domain yang menarik ditunjukkan dalam tes?
Ketujuh garis besar tersebut menekankan bahwa apa yang diukur oleh tes atau bermaksud untuk diukur. Cronbach (dalam Ebel) menganjurkan bahwa apa yang diukur oleh tes kurang penting dibandingkan dengan apa yang seharusnya diukur.
b. Validitas Kriteria
Pendekatan ini dapat dilakukan dengan mengorelasikan hasil tes (berupa skor) yang ingin diestimasi validitasnya dengan kriteria berupa hasil tes lain atau perilaku prediksi yang diharapkan. Misalnya kita ingin mengestimasi validitas tes inteligensi yang sudah kita susun. Kita dapat melakukannya dengan mengorelasikan hasil tes inteligensi kita dengan hasil tes inteligensi lain yang sudah baku. Jika korelasi antara hasil tes inteligensi kita dengan yang sudah baku itu positif dan tinggi, maka dapat dikatakan tes inteligensi kita memiliki validitas yang baik. Metode ini disebut juga concurrent criterion-related validity. Atau kita juga dapat mengestimasi dengan mengkorelasikan hasil tes inteligensi kita dengan perilaku prediksi yang diharapkan, misalnya prestasi belajar siswa di sekolah. Jika hasil korelasi bernilai positif dan tinggi, maka dapat dikatakan tes inteligensi kita memiliki validitas prediktif yang baik terhadap prestasi di sekolah. Ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi kriteria yang akan digunakan yaitu: relevan, reliabel, tidak bisa, dan dapat diperoleh.
Untuk memperoleh validitas kriteria, diperlukan pengujian dengan menggunakan korelasi. Validitas kriteria ditunjukkan dengan angka korelasi antara skor pada alat yang dipergunakan dengan skor yang dihasilkan dari alat yang dijadikan kriteria. Tetapi dalam ujian masuk perguruan tinggi misalnya, koefisien validitas ditunjukkan dengan skor pada saat ujian masuk dengan skor yang diperoleh pada saat seseorang telah belajar selama beberapa waktu tertentu.
c. Validitas Konstruk
Estimasi validitas konstruk dilakukan dengan membandingkan 'perilaku' skor tes dengan teori yang mendasari tesnya. Misalnya dalam teori dikatakan inteligensi itu memiliki korelasi positif dengan bakat kognitif tapi tidak memiliki korelasi dengan bakat musik. Maka tes inteligensi yang kita buat dapat dikatakan memiliki validitas konstruk jika skor tesnya memiliki korelasi yang positif dengan hasil skor tes bakat kognitif dan tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan bakat musik. Ada cukup banyak teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasi validitas konstruk ini, misalnya dengan menggunakan Analisis Faktor atau metode Multi-Trait Multi-Method.
Validitas konstruk merujuk pada sejauh mana suatu tes mengukur suatu konstruk teoretik atau trait yang hendak diukurnya (Allen & Yen, 1979: 108) konstruk dalam pengertian ini adalah berkaitan dengan aspek-aspek psikologi seseorang khususnya aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk menguji validitas konstruk. Misalnya dengan melakukan pencocokan antara aspek-aspek berpikir yang terkandung dalam tes hasil belajar dengan aspek-aspek berpikir yang hendak diungkap oleh tujuan instruksional khusus. Pengujian yang lebih sederhana tentang validitas konstruk adalah malalui pendekatan multi trait multi-method (Saifuddin Azwar 2003: 176). Pendekatan ini akan menghasilkan bukti validitas diskriminan yang ditunjukkan dengan rendahnya korelasi antar skor yang mengukur trait yang berbeda bila digunakan metode yang sama dan validitas konvergen yang ditunjukkan oleh tingginya korelasi skor-skor tes yang mengukur trait yang sama dengan menggunakan metode yang berbeda.
BAB III
PEMBAHASAN
ANALISIS SOAL.
Soal yang kami analisis validitasnya yaitu soal-soal prediksi UAN Tahun 2009
a. Validitas Isi
Seara vailiditas isi, soal-soal yang ada pada soal predikasi UAN Tahun 2009 ini sudah memenuhi kriteria. Hal ini ditunjukkan dengan domain yang akan di ukur, yaitu mengkur seberapa tingkat pemahaman siswa terhadap materi fisika, yang termasuk juga pengtahuan siswa tentang pengaplikasian konsep-konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam soal-soal tersebut juga terdapat soal yang bertujuan untuk mengukur ketrampilan siswa dalam menyelesaikan soal yang membutuhkan keterampilan menganalisis soal terlebih dahulu. Misalnya dalam soal no. 2 yang merupakan soal vector yang membutuhkan keahlian siswa dalam menganalisis vector. Karena besaran vector merupakan besaran yang tidak hanya memiliki nilai saja, namun juga memiliki arah. Jadi dalam penyelesaian soal tersebut diperlukan sebuah pemahaman tentang vector.
b. Validitas Kriteria
Dalam soal-soal yang kami telaah tentang validitasnya, untuk bagian validitas kriteria kami tidak dapat membandingkan hasil pengerjaan soal-soal tersebut dengan sebuah standar yang baku. Karena soa-soal tersebut masih merupakan soal-soal uji coba, namun secara teori memang seharusnya sebuah soal haruslah memenuhi validitas kriteria ini sebagai acuan agar siswa yang mengerjakan bisa mengukur seberapa besar tingkat pemahamannya dan kesiapannya dalam menghadapi soal-soal ujian yang sebenarnya.
c. Validitas Konstruk
Validitas ini berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, psikomotorik. Jadi dalam sebuah soal bukan hanya menitik beratkan pada aspek kognitif saja, namun juga harus mejangkau aspek afektif dan psikomotorik. Karena dalam sebuah soal haruslah mencangkup pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam soal yang kami analisis, soal ini sudah memenuhi validitas konstruk. Hal ini terbukti dengan adanya soal-soal yang secara idak langsun harus diselesaikan dengan analisis yang baik, karena soal tersebut bekaian degan kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh terdapat pada soal no. 9, 13, 28.. Dalam soal tersebut menganmbil pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari yang mungkin tidak disadari oleh siswa. Secara tidak langsung, materi terrsebut telah mencangkup aspek afektif siswa, begitu juga dengan aspek psikomotorik siswa..
Ø Pendapat Thales
Untuk saat inipendapat thales tentang asal mula dari segalanya itu adalah air tidak tepat. Benda-benda yang ada di dunia ini berasal dari partikel-partikel kecil yang menyatu sehingga membentuk sebuah benda atau sesuatu. Baik itu udara, air, atau yang lainnya terbentuk dari banyak unsur yang menyatu menjadi satu kesatuan yang utuh.
Ø Democritus (460-370) SM
Teori ini benar yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini terdiri dari atom atom. Namun pendapat yang menyatakan atom tidak dapat dibagi lagi salah, ternyata didalam sebuah atom terdapat inti, electron-elektron, dan proton. Jadi pendapat ini kuarang tepat.
Ø Prinsip Relativitas Newtonian
Teori ini berlaku jika benda yang dijadikan acuan tidak mengalami perubahan kecepatan atau mengalami percepatan. Kerangka acuan yang digunakan haruslah serba sama. Konsep partikel bebas diperkenalkan ketika suatu partikel bebas dari pengaruh gaya atau interaksi dari luar sistem fisis yang ditinjau (idealisasi fakta fisis yang sebenarnya). Gerak partikel terhadap suatu kerangka acuan inersia tak gayut (independen) posisi titik asal sistem koordinat dan tak gayut arah gerak sistem koordinat tersebut dalam ruang. Dikatakan, dalam kerangka acuan inersia, ruang bersifat homogen dan isotropik. Jika partikel bebas bergerak dengan kecepatan konstan dalam suatu sistem koordinat selama interval waktu tertentu tidak mengalami perubahan kecepatan, konsekuensinya adalah waktu bersifat homogen.
Ø Fisika Relativitas.
Mungkin gambaran seperti ini yang sekilas bisa kita terima berdasarkan intuisi dan pengalaman sehari-hari. Namun teori relativitas membuktikan bahwa sudut pandang itu adalah salah, dan teori relativitas telah diuji melalui eksperimen. Menurut teori relativitas, ruang-waktu adalah dinamis. Geometri ruang-waktu tidaklah statis, tetapi bergantung pada distribusi materi dan energi. Jadi sudut pandang teori relativitas adalah bahwa ruang-waktu adalah relasional, bukan absolut. Dalam fisika klasik, seandainya semua materi dihilangkan dari alam semesta, akan tertingal sebuah ruang-waktu yang absolut. Tetapi dalam fisika relativitas, jika semua materi dihilangkan, tidak ada yang tersisa - tidak ada ruang-waktu jika tidak ada materi. Ruang-waktu tidaklah eksis dengan sendirinya, tapi ruang-waktu adalah network dari hubungan dan perubahan. Jadi pelajaran utama dari teori relativitas adalah bahwa teori fisika haruslah bebas latar (background independent), yaitu bahwa teori fisika tidak didefinisikan dalam latar ruang-waktu yang statis seperti dalam fisika klasik
Ø Teori Ketidakpastian (Werner Heisenberg (1901 - 1976)
Teori ini benar karena jika kita menentukan letak benda dengan sangat akurat, maka kita akan sulit menentukan kecepatannya. Kecepatan sendiri disini merupakan perbandingan antara jarak yang ditempuh benda dengan waktu. Jadi jika kita menentukan letak benda dengan akurasi yang sangat tinggi, maka kita seaakan-akan menghentikan waktu. Jika benda tersebut bergerak dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya maka akan semakin sulit jika kita menentukan kecepatan benda jika kita menentukan letk benda dengan sangat akurat.
Ø Arthur Holly Compton (1892 - 1962)
Bahwa sinar ini sebenarnya terdiri dari partikel yang bergerak cepat adalah inti atom, dan sebagian besar adalah proton yang berputar dalam ruang dan bukan sinar gamma. Hal ini dapat dilihat bahwa intensitas sinar kosmik berubah terhadap lintang, dan hal ini hanya dapat diterima jika partikel itu adalah ion yang lintasannya dipengaruhi oleh medan magnetik bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar