Senin, 02 Januari 2012

bab VI: kehidupan remaja dengan kelompok sosialnya


BAB VI
KEHIDUPAN REMAJA
 DALAM KELOMPOK SOSIALNYA
MENGENAL DAN MEMAHAMI PROBLEM-PROBLEM REMAJA.
Remaja sering kali dianggap sebagai kelompok yang “aneh”, karena dalam kehidupanya kelompok ini sering menganut kaidah-kaidah  dan nilai-nilai yang berbeda atau bertentangan dengan kaidah-kaidah dan  nilai yang dianut orange dewasa terutama orang tuanya. Ditinjau  dari segi usia tidak mudah menentukan secara pasti, siapa yang dianggap sebagai kelompok remaja ini, namun pada umumnya, masyarakat berpendapat bahwa kelompok remaja terbagi menjadi  menjadi dua yaitu remaja awal dan remaja akhir.Golongan remaja awal (early adolescence) adalah kelompok anak yang berusia 13-17 tahun, sedang remaja akhir adalah mereka yang berusia 17-18 tahun ke atas sampai menginjak masa dewasa awal.
Dilihat dari dimensi usia dan perkembangannya, Nampak bahwa kelompok ini tergolong kelompok “transisional” (masa peralihan) dalam pengertian remaja merupakan dekade yang bersifat sementara yaitu rentang  waktu antara  usia anak-anak dengan usia dewasa, sehingga bisa dipahami bahwa pada setiap periode transisi selalu ada gejolak dan badai yang menyertai perubahan. Dan masa transisi ini pulalah yang mengakibatkan remaja setelah mengalami gejolak dalam mencari identitasnya, meskipun gejolak pada setiap remaja memiliki kuantitas dan kualitas yang berbeda. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepribadian  transisi dengan berbagai ciri utama sebagai berikut :
1.      Perkembangan phisik yang pesat sehingga perbedaan cirri phisik antara laki-laki dan wanita semakin tegas.
2.      Keinginan yang kuat mengadakan interaksi social dengan kalangan yang lebih dewasa untuk memperoleh pengakuan bahwa mereka sudah termasuk kelompok dewasa.
3.      Memiliki keinginan kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari kalngan orange dewasa walaupun secara relative, tanggung jawab  yang ada pada mereka masih belum mantap.
4.      Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri baik secara social, ekonomis maupun politis dan phisikis, dengan mengutamakan kebebasan emosional dari pihak orange dewasa.
5.      Adanya perkembangan intelektualitas yang akan digunakan untuk mendapatkan identitas diri,
6.      Menginginkan sistem, kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan yang diinginkannya, yang sering kali tidak seiring dengan kaidah yang dianut oleh orange dewasa.
Ciri-ciri tersebut diatas merupakan harapan-harapan kaum remaja yang belum mantap identitasnya, sehingga  kadang-kadang perilaku kelompok remaja bersifat “aneh” bagi kelompok dewasa, misalnya dalam berusaha menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu, mereka akan menggunakan cara-cara mereka sendiri.Pola, sikap dan perilaku yang dihargai oleh sesame remaja(peer Groub) dianggap sebagai pengakuan sebagai superioritas pribadi yang perlu ditegakkan, pengakuan dan eksistensi dalam kelompok sangat penting dalam kehidupan remaja, sehingga konformitas perilaku selalu muncul dalam kelompok ini.
Berbagai saluran pelepas ketegangan diciptakan oleh kelompok remaja untuk dapat mengurangi kegelisahan yang dialami, misalnya dengan cara membunyikan radio keras-keras, tertawa terbahak-bahak, begadang dengan sesame teman, ngebut dan sebagainya. Disamping itu kelompok ini serin g juga mengembangkan bahasa khusus yang sulit di mengerti oleh kelompok di luar per groubnya. Hal-hal tersebut di atas merupakan gejala yang biasa muncul pada kelompok-kelompok remaja pada umumnya.
Hasil penelitian menunjukikan bahwa bimbingan yang bersifat persuasif dari orang tua, lebih di perlukan dan lebih efektif disbanding penekanan yang sering kali menjadi penyebab konflik berkepanjanagn antara kelompok remaja dengan orange tua.
1.      Problem dalam kehidupan Sosial Remaja.
Secara umum kehidupan social yang sangat berarti pada kehidupan kelompok remaja adalah hubungan dengan peer groupnya, hal ini tidak berarti  bahwa lingkungan social yang lain dapat diabaikan begitu saja, karena kelompok remaja juga selalu berada dalam konteks masyarakat yang luas dan kompleks, sehingga pembahasaan akan difokuskan pada hubungan remaja dengan lingkungan sosialnya, hubungan dengan orange tua, guru  serta hubungan dengan rekan sesame remaja.
1.      Remaja dan lingkungan sosialnya
Perkembangan kepribadian seseorang termasuk remaja merupakan hasil hubungan dan pengaruh timbale balik secara terus-menerus antara pribadi dan lingkunganya, lingkungan sosila bagi kelompok remaja merupakan sumber inspirasi yang dapat memberikan kekuatan dan kekuatan phisik maupun kesehatan mental yang dapat merupakan upaya mencegah timbulnya gangguan perkembangan kepribadian. Sebaliknya lingkungan social yang tidak sehat, dapat pula menimbulkan ganguan pada kepribadian sesorang yang menyebabkan ganguan dalam kesejahteraan mentalnya. Pendidikan diharapkan dapat mengatasi kesulitan remaja sehingga perkembangan kepribadiannya dapat berlangsung dengan baik.
2.      Hubungan remaja dengan orange tua
Dalam kehidupan keluarga seringkali muncul konflik antara orange tua dengan anak-anak yang telah menginjak remaja. Masalah-masalah yang dihadapi remaja dengan orange tuanya seringkali disebabkan oleh hambatan komunikasi yang terjadi antara kedua belah pihak.
Faktor-faktor yang ditengarai dapat menjadi penghambat kumunikasi tersebut diantarnya adalah:
-          Orange tua biasanya merasa mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari kedudukan anak yang menginjak remaja, sebagai akibat terjadi benturan nilai antara remaja yang mulai merasa dewasa dengan orange tua yang mengggunakan otoritas yang berlebihan.
-          Orang tua dan remaja tidak memperguang tnakan bahasa yang sama, sehingga sering menimbulkan salh paham, orang tua sering hanya memberikan informasi tanpa ikut serta memecahkan maslah yang dihadapi remaja.
-          Karena kesibukan masing-masing , seringkali komunikasi antara orang tua dengan remajanya hanya terjadi dalam waktu yang singkat dan lebih banyak  bersifat formal.
-          Dalam keluarga seringkali remaja kurang diberi kesempatan dan kebebasan untuk mengembangkan kreativitasnya serta mengemukakan ide secara bebas
-          Perbedaan kepentingan sering kali juga dapat menimbulakan adanya ketegangan dan konflik, karena munculnya perbedaan criteria dalam memandang sesuatu permasalahan.
Hambatan – hambatan komuniksi dapat ditanggulangi dengan  inisiatif yang seyogyanya dating dari orange tua untuk mendidik anak-anak dengan “ apa yang mereka inginkan. sebaliknya membiarkan anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan keinginan mereka juga bukan merupakan hal yang bijak bimbingan melalui dialog diskusi, analisis dan pertimbangan dalam setiap permasalahan perlu selalu dilakukan.
Anak lebih mudah menerima bimbingan dengan contoh konkrit dan bukan sekedar informasi.
3.      Hubungan remaja dengan sekolah dan Guru.
Problem yang muncul pada kehidupan remaja dalam lingkungan sekolah sering kali termanifestasi dalam bentuk kesulitan dalam menghadapi pelajaran sekolah, baik dalan lisan, tilsan maupun penyelesaian tugas. Keluhan semacam ini timbul semata-mata karena reaksi spontan terhadap suatu keadaan, tetapi biasanya merupakan akibat dari satu rangkaian peristiwa yang sedang berlangsung lama dab berlarut-larut.
Remaja yang mengalamai problem di sekolah pada uymumnya mengemukaan keluhan bahwa mereka tidak ada minat terhadap pelajaran dan bersikap acuh tak acuh, prestasi belajar menurun kemudian timbul sikap-sikap dan perilaku yang tidak diinginkan seperti memboloa, melanggar tata tertib, menentang guru, berkelahi dsb. Hal ini dapat dilihat dari berbagai dimensi penyebab yaitu faktor-faktor negative di antaranya adalah:
-          Kurang adanya kematanmgan phisik, mental dan emosi sesuai dengan teman sebaya dan harapan social.
-          Adanya hambatan phisik atau kelainan organism, baik pendengaran penglihatan, cacad tubuh dan sebagainya.
-          Kemampuan yang kurang atau justru terlalu tinggi.
-          Adanya hambatan atau gangguan emosi akibat tekanan dari orange dewasa khususnya guru sebagai pendidikan di sekoah.
Untuk itu guru dalam proses belajar mengajar hendaknya dapat memilih  dan menggunakan teknik mengajar yang dapat meningkatkatkan peran serta (partisipasi) remaja didalam kelas. Kemudian guru juga diharapkan dapat berupaya untuk meningkatkan kemandirian berpikir dan berpendapat, dengan diskusi atau pembelajaran komunikasi dua arah, disamping itu perlu pemahaman guru terhadap problem-problem umum remaja. khususnya berkaitan dengan perkembangan remaja.
4.      Hubungan remaja dalam kehidupan peer group.
Selalu ditekankan bahwa kehidupan remaja dalam peer group merupakan hal yang sangat penting dalam keseluruhan kehidupan remaja, sehingga “ rasa diterima” dan dihargai oleh kelompok serta status atau kedudukan di antara teman sebaya sangan penting, dan sering kali diupayakan dengan berbagai cara dan upaya. Peer group disekolah ataupun di luar sekolah dapat merupakan sumber yang dapat menenangkan dan mengarahkan kecenderungan-kjecenderungan destruk menjadi konstruk.
kecenderungan untuk menjadi kelompok sebaya sangat kuat sehingga dalam kehidupan peer group ikatan dan solidaritas antar anggota menjadi kuat dalam menghadapai tantangan di lingkungan.
Terbentuknya sistem nilai, sikap, perilaku dan kebiasaan baru banyak diwarnai oleh kelompok sebaya ini, sehingga pemilihan kelompok sebaya yang tepat akan menjadi menjadi pendorong dan sumber kematangan kepribadian remaja, sebaliknya akan menyesatkan apabila kelompok yang dipilih adalah kelompok yang “miskin norma”.
2.      Kehidupan Psikologis remaja.
Perkembangan phisik yang pesat dan tidak diimbangi perkembangan phikis sebagai akibat masa gtransisi yang terjadi pada remaja, sering menimbulkan konflik-konflik intern dalam upaya penghayatan remaja terhadap dirinya sendiri. Permasalahan yang menyangkut aspek psogologis tidak dapat dilepaskan dari permasalahan- permasalahan lain yang bersumber dari lingkungan social budayanya. Hubungan yang kurang harmonis dengan orange tua, guru, teman sebaya dan pacar dan sebagainya dapat menghambat perkembangan kepribadian dan mengancam kesehatan mental
Konflik-konflik internal dan eksternal yang tetjadi seringkali menjadi sebab remaja melarikan diri dari “kenyataan” kemudian masuk dalam alam ilusi dan mimpi. Hal ini mungkin terjadi bila remaja merasa lingkungan social budaya mengecewakan dan dianggap mengancam eksistensi dirinya. Dilihat dari kehidupan psikologisnya, remaja yang memiliki kesehatan yang baik adalah remaja yang memiliki kondisi yang memungkinkan remaja dapat mengembangkan pribadi secara penuh, baik perkembangan dalam dimensi phisik, intelek dan emosinya dengan cara yang harmonis dan sesuai dengn kepentingan individu lain dalam lingkungannya. Permasalahan dalam kehidupan psikologis remaja dapat diidentifikasi dari stabil tidaknya perkembangan emosi yang dialami, berhasil tidaknya penyesuaian diri yang dilakukan, idealism dan cita-cita serta kematangan seksual yang dialaminya.
1.      Stabilitas emosi
Kehidupan remaja bukan saja mengalami perubahan phisik dan fisiologi, tetapi remaja yang selalu dihadapkan pada kehidupan emosi yang tidak stabil, Seringkali terlihat keceriaan yang berlebihan tetapi tiba-tiba berubah menjadi murung, pendiam atau pemarah. Situasi emosi lain yang sering muncul adalah kepekaan emosi yang terlalu tinggi. Banyak faktor yang dapat mengakibatkan emosi yang tidak stabil pada remaja diantaranya adalah harapan, keluarga, dan masyarakat (lingkungan) yamng terlalu tingggi terhadap pergaulannya dengan teman sebaya. Keinginan untuk selalu tampil “terbaik” dan dapat diterima oleh kelompok sebaya dapat menyebabkan timbulnya kecemasan-kecemasan bila dalam kenyataan remaja merasa gagal atau kurang popular diantara teman-temannya.
2.      Kematangan Seksual
Pertumbuhan phisik pada remaja yang sangat pesat merupakan konsekuensi mulai berfungsinya hormone-hormon reproduksi yang membedakan secara jelas pertumbuhan phisik laki-laki dan perempuan . Pada masa ini remaja mulai merasakan adanya rangsangan-rangsangan erotic yang menandai mulai berfungsinya hormone-hormon sekunder yang mendukung kesiapan reproduksi.
Bersamaan dengan pertumbuhan badan dan penambahan usia maka kelenjar-kelnjar seks remaja mulai berkembang dan  berfungsi.
Sehingga secara alamiah remaja laki-laki maupun perempuan akan mulai berminat dan tertarik pada lawan jenis meskipun seringkali gejolak rasa itu ditekan, karena kesadaran untuk sekolah dulu ataupun tekanan dari orange tua dan lingkungan. Pada masa ini kelompok remaja membutuhkan bantuan lingkungan terutama orange tua untuk dapat menjawab dan memuaskan rasa ingin tahu dan pertanyaan-pertanyaan yang sering menganggu tentang perangsangan dan kehidupan seksual pada umumnya. Munculnya dorongan erotic yang tidak dilandasi pengetahuan yang jelas sering menimbulkan perilaku menyimpopang sebagi akibat usaha coba-coba menghayati kehidupan seksualnya. Sebaliknya dorongan  yang dilandasi pengetahuan kuat tentang norma dapat pula menimbulkan konflik intern.
3.      Idealisme dari cita-cita
Perkembangan intelektual yang bersifat netral dalam mencari identitas diri bila dapat membimbing dan arah yang sesuai dapat memacu munculnya kreativitas dan ide-ide cemerlang pada remaja: Idealisme dan cita-cita dapat berkembang secara pesat bila remaja dalam kondisi mental yang cukup sehat.sehingga idealism dan cita-cita yang muncul merupakan motivasi yang kuat untuk dapat berprestasi setinggi mungkin (need achievement) sebaliknya berbagai kegagalan remaja dalam memenuhi tuntutan lingkungan dan tugas-tugas perkembangannya dapat berakibat munculnya perilaku-perilaku menyimpang sebagai manifestasi dari frustasi, baik sebagai akibat kegagalan dalam kehidupan kelompok dan menunjukkan eksistensi dirinya.
Dalam kehidupan remaja seringkali muncul konflik (berbagai tuntutan dan kepentingan yang muncul secara bersama, dan semuanya menuntut pemenuhan secara simultan). Konflik-konflik yang muncul dalam kehidupan remaja sering berupa : konflik antara doronga erotis dan kesadaran etika moral, konflik antara kepentingan pribadi dan kehidupan kelompok, konflik antara idealisme dan realita kehidupan, konflik antara kebebasan dan tekanan orange dewasa, konflik antara kemampuan nyata dan tuntunan lingkungan dan sebagainya.
PERILAKU MEYIMPANG PADA REMAJA
Telah diulas pada bagian terdahulu bahwa kegagalan remaja dalam melakukan tugas perkembangannya termasuk dalam menjalin hubungan dengan lingkungan sosialnya sering menimbulkan konflik-konflik internal maupun konflik yang terjadi antar individu dan kelompok yang mengarah pada munculnya perilaku menyimpang atau kenakalan remaja. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada dasarnya perilaku menyimpang atau keakalan yang sering muncul pada kelompok remaja sebenarnya merupakan kompensasi dari segala kekurangan dan kegagalan yang dialaminya
1.      Pengertian perilaku menyimpang atau kenakalan remaja
Kenakalan menunjuk pada perilaku yang berupa penyimpangan atau pelanggaran pada norma yang berlaku. D itinjau dari segi hukum, kenakalan merupakan pelanggaran terhadap hukum yang belum bisa dikenai hukum pidana sehubungan dengan usianya. Perilaku menyimpang pada remaja pada umumnya merupakan “kegagalan sistem control diri” terhadap implus-implus yang kuat dan dorongan=dorongan instingtif. Implus-implus, dorongan primitif dan sentiment tersebut disalurkan lewat perilaku kejahatan, kekerasan agresi dan sebagainya yang dianggap mengandung “nilai lebih” oleh kelompok tersebut
Membahas perilaku menyimpang tidak dapat melepaskan diri dari perilaku yang dianggap normal dan sempurna serta ideal yang merupakan rata-rata secara statistic yang dapat diterima oleh masyarakat umum sesuai dengan pola kelompok masyarakat setempat dan cocok dengan norma social yang berlaku pada saat dan di tempat tertentu. sehingga permnasalahn perilaku menyimpang berbatas waktu dan tempat.
Sedangkan predikat pribadi yang nortmal menampilkan diri: sempurna, ideal, berada dalam skor rata-rata secara statistic, tanpa adanya sindrom-sindrom medis adekuat ( serasi, tepat), sehingga secara umum bisa diterima oleh kelompok social masyarakatnya sesuai dengan pola kelompok masyarakat setempat, cocok dengan norma social yang berlaku pada saat dan di tempat ini dan ada relasi persoalan dengan orange lain yang memuaskan.
Pribadi normal mempunyai cirri : Relatif dekat dengan integrasi jasmani rohani yang ideal. Kehidupan psikisnya relative stabil, tidak banyak memendam konflik batin dan tidak berkonflik dengan lingkungan. Batinnya tenang seimbang, badanya selalu mersa kuat serta sehat.
Predikat abnormal diterjemahkan dalam pengertian sosiologi yang dapat dijelaskan sebagai berikut : Sosiopatik, adalah perilaku menyimpang secara sosial, mal adjusted, (tak mau menyesuaikan diri, salah suai), tingkah lakunya tidak adekuat tidak dapat diterima oleh umum, tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang berlaku. Pribadi abnormal atau sosiopatik mempunyai ciri : mengal;ami disintergrasi baik dalam diri sendiri maupun dengan lingkungannya terisolasi dari hidup bermasyarakat yang normal, selalu didera konflik batin dan selalu berbenturan dengan norma sosial serta formal.
Perbedaan antara remaja yang berperilaku normal dalam kelompok remaja serta yang berperilaku menyimpang dapat ditengarai dari tiga dimensi perbedaan yaitu : perbedaan dalam struktur intelektualnya, konstitusi phisik dan psikis serta cirri karakteristik individual.
1.      Perbedaan struktur intelektual
Pada umumnya kelompok remaja yang berperilaku menyimpang mempunyai intelegensi yang berbeda dengan intelegensi rata-rata anak-anak yang normal, yaitu Nampak adanya perbedaan fungsi-fungsi kognitif pada mereka. Pada umumnya kelompok menyimpang ini mempunyai nilai yang rendah pada tugas-tugas prestasi tetapi mempunya nilai lebih pada ketrampilan verbal. Kelompok ini pada umumnya kurang toleran terhadap hal-hal yang yang abigious dan kurang mampu memperhatikan dan menghargai perbedaan perilaku serta pribadi orange lain.
2.      Perbedaan phisik dan psikis
Anak-anak yang berperilaku menyimpang (delinkuensi) Nampak “idiot secara moral”  pada umumnya memiliki cirri karakteristik khas yang dalam fungsi psikologisnya dan neurologisnya. Hal-hal yang Nampak berbeda diantaranya : lebih lamban dalam rereaksi terhadap stimulus kesakitan, dan menunjukkan ketidakmatangan jasmaniah atau anomaly perkembangan tertentu.
3.      Perbedaan Ciri Karakteristik Individual
Reamaj yang berperilaku menyimpang memiliki cirri kepribadian khusus yaitu : lebih berorentasi pada”kehidupan masa sekarang “ yaitu bersenag-senag dan puas pada hari ini dan kurang memperhitungkan hari esok. Kebanyakan dari mereka mengalami gangguan secara emosional akibat banyaknya konflik yang tak terselesaikan. di samping itu karena kelompok ini kurang bersosialisasi dengan lingkungan sosial yang normal, maka kelompok ini kurang sehingga kurang mampu mengenal norma-norma kesusilaan yang ada serta kurang bertanggung jawab secara sosial, karena pada umumnya kelompok ini hidup dalam situasi “miskin norma”.
Kelompok ini juga impulsive dalam perilaku, seperti perilaku yang nyrempet bahaya, agrsif, emosional dan sebagainya karena kurangnya disiplin diri dan control diri.
2.      Bentuk-bentuk perilakumenyimpang.
Kenakalan remaja tidak pernah berlangsung dalam isolasi sosial dan tidak berproses pada ruangan vakum tetapi selau langsung dalam kontrak antar personal dan dalam konteks sosio cultural, karena itu perilaku menyimpang dapat bersifay organisismis fisiologis atau dapat pula psikis interpersonal, antar personal dan cultural, sehingga perilaku menyimpang atau kenakalan remaja dapat dibagi menjadi empat kelompok besar yaitu :
1.      Delinkuensi Individual:
Adalah perilaku menyimpang yang berupa tingkah laku criminal yang merupakan gejala personal dengan cirri khas “jahat” yang disebabkan oleh prodisposisi dan kecenderungan penyimpangan tingkah laku psikopat, neorotis dan anti sosial. Penyimpangan perilaku ini dapat diperhebat dengan stimuli sosial yang buruk, teman bergaul yang tidak tepat dan kondisi cultural yang kurang menguntungkan. Perilaku menyimpang pada tipe ini sering kali bersifat simptomayik karena muncul dengan disertai banyaknya konflik-konflik intra psikis yang bersifat kronis dan disintegraqsi pribadi.
2.      Delinkuensi Sitiasional
Bentuk pemyimpangan perilaku tipe ini pada umumnya dilakukan oleh anak-anak dalam klasifiksi normal yang banyak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan situasional baik situasi yang berupa stimuli sisial maupun kekuatan tekanan lingkungan teman sebaya yang semunaya memberikan pengaruh yang “menekan dan memaksa” pada bentuk perilaku menyimpang. Penyimpangan perilaku dalam bentuk ini serigkali muncul sebagai akibat transformasi kondisi psikologis dan reaksi terhadap pengaruh eksternal yang bersifat memaksa.
Dalam kehidupan remaja situasi sosial eksternal yang menekan, terutama dari kelompok sebaya dapat dengan mudah mengalahkan unsure internal yang berupa pikiran sehat, perasaan dan hati nurani sehingga memunculkan tingkah laku delinkuen situasional.

3.      Delinkuensi Sistematik
Perbuatan mebyimpang dan criminal pada anak-anak remaja dapat berkembang menjadi perilaku menyimpang yang disistematisir, dalam bentuk suatu organisasi kelompok sebaya yang berperilaku seragam dalam pemyimpangan. Kumpulan tingkah laku menyimpang yang disitematisir dalam pengaturan status, norma dan peranan tertentu akan memunculkan sikap moral yang salah dan justru muncul rasa kebanggan terhadap perbedaan-perbedaan dengan norma umum yang berlaku.
Semua perilaku menyimpang yang sering dilakukan oleh anggota kelompok ini kemudian dirasionalkan dan dilakukan pembenaran sendiri oleh seluruh anggota kelompok, sehingga perilaku menyimpang yang dilakukan menjadi terorganisir dan sistematis sifatnya. Dorongan berperilaku menyimpang pada kelompok rfemaja terutama muncul pada saat setengah sadar, karena berbagai sebab dan berada dalam situasi yang tidak terawasi olek control diri dan control sosial. Lama kelamaan  perilaku menyimoang ini dulang dan diulang kembali, dan kemudian dirasakan enak dan menyenangkan yang kemudian diprofesionalisasikan yang pada akhirnya kemudian digunakan untuk menegakkan gengsi secara tidak wajar.
4.      Delinkuensi Komulatif
Pada hakekatnya bentuk delinkuensi merupakan priduk dari konflik budaya yang merupakan hasil dari banyak konflik cultural yang kontroversi dalam iklim yang penuh konflik. Perilaku menyimpanh tipe ini memiliki cirei yaitu:
-          Mengandung banyak dimensi ketegangan syaraf, kegelisahan batin, keresahan hati hati pada remaja, yang kemudian disalurkan dan dikompensasikan secara negatif pada tindakan kejahatan dan agresif tak terkendali.
-          Merupakan pembrontakan kelompok remaja terhadap kekuasaan dan kewibawaan orange dewas yang dirasa berlebihan. Untuk dapat menemukan identitas diri lewat perilaku yang melanggar norma sosial dan hukum.
-          Diketemukan adanya banyak penyimpangan seksual yang disebabkan leh penundaan usia perkawinan , jauh sesudah kematangan biologis tercapai dan tidak disertai oleh kontol diri yang kuat, hal ini terjadi karena sulinya lapangan pekerjaan ataupun sebab-sebab yang lain.
-          Banyak diketemukan munculnya tindakan ekstrim radikal yang dilakukan oleh kelompok remaja, yang menganggu dan merugikan kehidupan masyarakat, yaitu cara untuk memenuhi kebutuhan yang dilakukan dengan menggunakan cara-cara kekerasan, penculikan,  penyandraan dan sebagainya.
Dengan mencermati bentuk perilaku menyimpang yang dilhat dari dimensi penyebabnya, maka secara phisik wujud dari perilaku menyimpang dapat berupa perilaku sebagai berikut :
§  Main kebut-kebutan di jalan perhitungan bahwa hala tersebut dapat mengganggu keamanan, keselamatan dan membahayakan jiwa diri sendiri maupun orange lain.
§  Perilaku ugal-ugalan, brandalan, uarakan dan perilaku-perilaku lain yang mengacaukan lingkungan sekitar. Hal ini sering dilakukan sebagai akibat kelebihan energy dan dorongan primitive yang tak terkendali, serta upaya menisci waktu luang tanpa bimbingan orange tua dewasa
§  Perkelahian antar individu, antar geng, antar kelompok, antar sekolah ataupun antar suku, yang kesemuanya menunjukkan akibat negative.
§  Membolos sekolah dan bergelangangan sepanjang jalan atau bersembunyi di tempat terpencil sambil melakukan berbagai eksperiment perilaku asocial.
§  Perilaku kriminalitas, yang berupa, yamg berupa berbuatan mengancam, intimidasi memeras, merampas dan sebagainya
§  Berpesta pora sambil mabuk-mabukan dan melakukan perbuatan seks bebas yang menggangu lingkungan
§  Pemerkosaan dan agresifitas sosial atau pembunuhan karena motif seksual atau dorongan oleh reaksi-reaksi konpensatoris dan peranan inferior yang menuntut pengakuan diri
§  Kecanduan dan ketagihan obat terlarang yang erat kaitanya dengan tindak kejahatan.
§  Perjudian dan bentuk-bentuk permainan dengan taruham yang mengakibatkan ekses kriminalitas
§  Perbuatan anti sosial dan a sosial yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak-anak remaja simptomatik, neurotic dan gangguan jiwa lain
§  Penyimpangan-penyimpangan perilaku lain yang disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang menuntut kompensasi disebabkan organ-organ inferior.
§   

1 komentar: