Senin, 02 Januari 2012

bab VIII: perkembangan abnormal


BAB VIII
PERKEMBANGAN ABNORMAL

PENDAHULUAN
Perkembangan dilukiskan sebagai proses yang dinamis, oleh karena itu jika terjadi ketidak dinamisan perkembangan maka terjadi gangguan perkembangan. Gangguan perkembangan ini sering disebut sebagai kecacatan atau handicap. Kecacatan dapat berupa cacat fisik, cacat motorik, cacat sosial, cacat mental dan sebagainya. Tidak jarang kecacatan ini dianggap sebagai hukuman atas kesalahan-kesalahan orang tua pada masa lalu. Misalnya anak yang lahir tangaanya tidak tumbuh sempurna dihubungkan dengan dosa orang tua pernah mencelakai orang lain dengan memotong tangannya pada saat istrinya hamil.
Perkembangan abnormal tidak hanya mencakup gangguan perkembangan saja. Perkembangan abnormal juga berkaitan dengan perkembangan yang lebih cepat atau lebih bagus dari pada rata-rata. Misalnya anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata atau disebut anak berbakat.
Terhadap penderita gangguan perkembangan atau penderita cacat, PBB mempunyai perhatian khusus hingga dikeluarkannya “Declaration of the Righ of Child dimana pada pasal 5 berbunyi: “The Child who is phisically, mentally or socially handicaped shall be given the special treatment, education and care required by his particularly condition.”Perhatian yang sungguh-sungguh ini juga dibuktikan dengan dipermaklumkannya “The Right of the Mentally Handicaped” pada tahun 1971 dan “The Right of Dissabled Person” pada tahun 1975.
Gangguan perkembangan tidaklah terbatas pada kecacatan (handicap). Definisi gangguan yang lebih luas menyangkut pula gangguan perilaku yang lain seperti penyalahgunaan obat (drug abuse) pada remaja dan orang dewasa. Gangguan perkembangan yang akan dibicarakan disini meliputi gangguan fisik dan psikomotorik, gangguan fungsi intelektual dan gangguan yang nampak pada perilaku psikososial dan moral yang dicakup dalam pengertian deviansi.

GANGGUAN FUNGSI FISIK DAN PSIKOMOTOR
            Menurut Sukarman, cacat fisik adalah cacat yang ada hubungannya dengan tulang sendi dan otot. Cacat fisik adalah jenis cacat dimana salah satu atau lebih anggota tubuh bagian tubuh bagian tulang atau persendian mengalamai kelainan, sehingga timbul rintangan dalam melakukan fungsi gerak. Cacat fisik seperti ini disebut orthopedi. Sedangkan menurut ilmu kedokteran disebutkan bahwa cacat tubuh adalah kelainan pada anggota gerak yang meliputi tulang, otot, dan persendian baik dalam struktur maupun fungsinya sehingga dapat menjadikan rintangan bagi penderita untuk melakukan kegiatan secara layak.
            Sementara itu Anastasi (1995) menyatakan bahawa gangguan fungsi fisik dan psikomotor pada umumnya disebabkan oleh kerusakan kerusakan otak atau organ perifer yaitu kerusakan pada susunan syaraf pusat atau pada anggota badan, urat daging atau pada panca indera.
            Dalam ruang lingkup ini sering digunakan terminologi cacat (handicaped) dan meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.      Impairement adalah suatu kehilangan atau keadaan abnormalitas dari psikis tau fisik baik struktur ataupun fungsinya. Termasuk dalam kelompokini adalah gangguan mata yaitu buta keseluruhan maupun sebagian, gangguan pendengaran baik yang sukar mendengar ataupun tuli, gangguan bicara atau tuna wicara, dan lumpuh atau tuna grahita.
2.      Disability, adalah suatu hambatan atau gangguan dari kemampuan untuk melaksanakan aktivitas yang biasanya dapat dikerjakan oleh orang yang normal sebagai akibat dari impairement.
3.      Handicaped, adalah suatu kerugian yang diderita oleh individu akibat impairament dan disability. Kerugian ini dapat timbul dari dirinya sendiri (intrinsic handicaped) dan dapat pula timbul dari lingkungan (extrinsik handicaped).

Jadi :
Impairement --------------à Disability------------à Handicaped
Contohnya      : Seorang anak yang menjadi buta karena kekurangan vitamin A
Impairement    : Buta
Disability         : Kehilangan kemampuan untuk melihat
Handicaped     : Kehilangan kemampuan bekerja yang menggunakan mata

Pada tahun 1980 jumlah penderita cacat di Indonesia tercatat sebagai berikut : tuna netra (41057) tuna wicara (76745) tuna mental (40441) dan cacat anggota badan (95481).
            Penyebab dari keadaan cacat dapat berasal dari kelainan bawaan (genetik) sehingga merupakan penyakit keturunan yang diwariskan dari orang tua dan dapat pula berasal dari perjalanan kehidupannya setelah lahir (acquared) sehingga bukan merupakan warisan baik merupakan penyakit maupun kecelakaan. Menurut WHO penyebab terjadinya kecacatan dapat berasal dari nutrisi, penyakit yang tidak menular, penyakit menular,kelainan bawaan,(fisik,mental,non genetik),rudapaksa,psikiatrik dan kecanduan obat, alkohol dll.
            Pada sebagian orang yang menderita cacat fisik bawaan akan lebih mudah menghadapi kenyataan hidup ini dibandingkan dengan mereka yang mengalami cacat fisik perolehan. Pada orang yang menderita cacat fisik setelah lahir dapat dengan mudah terkena stres atau bahkan dapat berakibat pada shock berat. Hal ini disebabkan oleh karena kesempurnaan fisik menjadi penting bagi daya tarik dirinya dalam pergaulan sosial sehingga kecacatan menjadi bagian penting dari konsep diri. Akibat kecacatan, maka penderita tidak dapat bermain dengankawannya, mengganggu kontak sosialnya dan bahkan menjadi bahan omongan teman-temannya. Cacat fisik juga mengakibatkan seseorang kurang dapat menyesuaikan diri secara personal maupun sosial dalam pekerjaan, dalam perkawinan dan dalam kehidupan sosial lainnya. Selain itu penderitaan batin sering ditemui pada orang yang menderita cacat fisik, mudah tersinggung dan cepat bersedih hati

CACAT MENTAL
            Pengertian umum dari gangguan macam ini adalah deviansi. Deviansi menunjuk pada suatu pola tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma dilihat dari pandangan sistem sosial. Perkembangan yang terganggu ditandai oleh penyimpangan dari keadaan normal. Gangguan perkembangan ini dapat terjadi secara perlahan-perlahan namun juga dapat terjadi secara mendadak. Termasuk dalam pengertian deviasi adalah gangguan mental (retardasi) sehingga anak mengalami kesulitan belajar.
            Pada anak yang mengalami retardasi mental ini terjadi gangguan terutama aspek intelektualnya dan juga kekurangan dalam perkembangan kepribadian atau gangguan perilaku lainnya. Retardasi menta merupakan  masalah dunia  dengan impfllikasi yang cukup besar. Angka kejadian prevalensi dari retardasi mental pada stadium berat adalah 0.3 persen dari seluruh populasi dan hampir 3 persen mempunyai IQ di bawah 70. Klasifikasi intelegensi manusia adalah sebagai berikut : Sangat superior bila IQ di atas 130, Superior bila IQ antara 120 s/d 128, di atas rata-rata bila IQ antara 110 s/d 118, rata-rata bila IQ 90 s/d 110, di bawah rata-rata bila IQ 80 s/d 88, retardasi mental bila IQ di bawah 70.
            Retardasi mental mempunyai 5 tingkatan yaitu tingkat batas atas atau borderline, tingkat ringan yang masih mampu dididik, tingkat sedang, tingkat berat dan tingkat sangat berat. Anak dengan retardasi mental menjadi sumber kecemasan. Sebagai sumberdaya mereka tidak dapat dimanfaatkan, karena 9.1 persen dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan dalam seluruh waktu hidupnya. Oleh karena itu retardasi mental merupakan sumber kecemasan bagi keluarga dan masyarakat.
            Retardasi ental menurut WHO didefinisikan sebagai kemampuan mental yang tidak mencukupi (Payne dan Patton, 1981). Sedangkan Crocker (1983) menyatakan bahwa retardasi mental apabila jelas terdapat intelegensi yang rendah yang disertai adanya kendala dalam penyesuain perilaku dan gejalanya timbul pada masa perkembangan di bawah usia 18 tahun. Anak ini tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena cara berfikirnya yang terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingatnya rendah, demikian pula dengan pengertian bahasa dan berhitungnya sangat lemah. Gangguan perilaku adaptif yang menonjol pada anak ini adalah kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat di sekitarnya, tingkah lakunya kekanak-kanakan dan tidak sesuai dengan umurnya. Gejala tersebut timbul sebelum anak mencapai usia di atas 18 tahun, bila munculnya setelah usia  perkembangan maka bukan merupakan retardasi mental tetapi merupakan penyakit lain sesuai dengan gejala klinisnya.
            Pertanyaan apa yang menyebabkan seseorang menyimpang dari norma, akan dijawab dengan pendekatan teori ilmu pertumbuhan dan perkembangan anak. Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui adanya retardasi mental perlu anamnesa yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktor. Walaupun begitu dapat diidentifikasi faktor-faktor yang potensial seperti yang dinyatakan oleh Shonkoff 182 sebagai berikut.
            Faktor non organik, faktor ini meliputi kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis, faktor sosiokultural, interaksi anak dengan pengasuh yang kurang baik dan penelantaran anak (child abuse). Kebnyakan dari anak yang mengalami retardasi mental adalah berasal dari golongan ekonomi rendah atau miskin. Kemiskinan berkaitan dengan pendidikan dan penghasilan yang rendah. Pada keadaan ini kemampuan untuk memenuhi kecukupan gizi ibu hamil sangat kurang , padahal gizi ibu hamil sangat penting bagi perkembangan otak anak yang dikandungnya.
Faktor Organik, terdiri dari
1.      Faktor prakonsepsi (abnormalitas gen, penyakit metabolik, kelainan kromosom seks)
2.      Faktor pranatal yitu gangguan pertumbuhan otak pada trimester 1 akibat zat-zat teratogen, idioptik, dan disfungsi plasenta, gangguan otak trimester II dan gangguan otak trimester III.
3.      Faktor perinatal prematur asfiksi, meningtis, dan hiperbilirubin.
4.      Faktor post natal yang berupa trauma berat pada kepala, neurotoksin,kecelakaan otak, infeksi otak, dan metabolik.

Untuk kepentingan pemberian pertolongan yang baik dan untuk mencegah gangguan sekunder perlu diusahakan untuk mengenal gangguan perkembangan itu seawal mungkin. Pengenalan gangguan seawal mungkin dilakukan dengan bantuan yang multidisipliner dari ahli kedokteran, psikologi, sosial, dan pendidikan dengan tujuan penanganan yang integral.
      Sebagai reaksi gerakan institusionalisasi pelembagaan yang menganjurkan perawatan anak yang menyimpang dan terganggu perkembangannya dalam rumah-rumah khusus, timbullah faham normalisasi. Faham ini terutama dimaksudkan bagi anak lemah mental, meskipun pengertian normalisasi itu menyangkut pengertian yang lebih luas. Menurut faham ini maka anak lemah ingatan harus sebanyak mungkin diasuh dalam lingkungan yang normal dengan sejauh mungkin memperhatikan keadaan anaka lemah mental tersebut. Hal ini mengandung pengertian bahwa tidak hanya anak lemah mental tadi yang harus menyesuaikan dengan masyarakat, tetapi masyarakatpun harus memberi kemungkinan sehingga anak lemah mental dapat menjadi bagian yang integral dari masyarakat atau menganut prinsip “ucommunity containment”.

GANGGUAN PSIKO SOSIAL DAN PERILAKU
1.      Autistik
Autisme digolongkan oleh banyak ahli sebagai psikopat. Psikopat adalah suatu golongan gangguan bawaan yang menyebabkan orang tidak dapat mengadakan hubungan afektif yang normal dan selalu merupakan problem bagi orang lain dan bagi dirinya sendiri. Pengertian lain dari autistik adalah infantil. Autistik sering dimengerti sebagai semua anak yang bersikap sangat mengarah pada dirinya sendiri. Hal ini sering timbul karena kurangnya pengasuhan yang hangat. Perkembangan anak dapat terhambat karena kurangnya pemeliharaan afektif atau keterlataran afektif. Bila keterlantaran itu dibarengi dengan ketidak adanya aturan atau pendidikan maka dapat menimbulkan gangguan yang sungguh-sungguh.
Gangguan perkembangan autisme sudah nampak tanda-tandanya pada masa awal perkembangan. Ciri khas dari autisme adalah bahwa mereka sejak dilahirkan mempunyai kontak sosial yang sangat terbatas. Kontak yang sangat terbatas itu karena adanya kecemasan, perasaan tak terlindungi, keraguan, rasa terasing, dan ketidak mampuan mengerti masalah sosial. Perhatian mereka hampir tidak tertuju pada orang lain, melainkan hanya pada benda-benda mati. Mereka tenggelam pada penghayatan taktil kinestese yaitu misalnya bernafsu meraba-raba dirinya sendiri. Simpton lain dari autisme ditemukan pada penderita autisme yang sudah bersekolah sampai di tingkat SLTP yang tidak seperti diskripsi di atas. Penderita menunjukkan rasa belas kasihan yang sangat kuat terhadap hewan piaraan. Kasih sayangnya ditunjukkan dengan tangsi sedih manakala ada hewan piaraannya yang hendak digunakan untuk percobaan di laboratorium. Di lain pihak, penderita tidak peduli dengan kewajiban sosial dala lingkungan sosial.
Dugaan akan peenyebabnya ada bermacam-macam, diantaranya schizoprenia yaitu golongan penyakit mental yang ditandai dengan banyak simptom. Pendidikan dan penanganan  yang penuh kasih sayang, konsekuen, tidak kenal jemu dan dalam jangka waktu yang lama dapat mengurangi dan memperbaiki gangguan perkembangan ini. Oleh karena itu terapinya memerlukan banyak ahli yang bekerja secara sistematis.

2.      Anak Sukar Didik
Mendidik adalah memberikn bantuan kepada orang lain. Salah satu lembaga pendidikan yang fundamental adalah keluarga dan sekolah. Dalam proses belajar untuk memperoleh perilaku baru yang diharapkan, setiap anak memiliki kemampuan yang tidak sama. Tidak sedikit diantara mereka yang mengalami kesulitan dalam belajar baik di sekolah maupun di rumah. Jadi sering dijumpai adanya kesulitan dalam setiap upaya memberikan pendidikan. Salah satu faktor kesulita dalam pendidikan adalah karakteristik anak yaitu anak yang memiliki karakter sukar didik.
Anak yang sukar didik menunjukkan tanda-tanda “acting out” yang berbahaya dan seringkali agresif serta sukar diajak berkomunikasi dialog untuk dimintai keterangan mereka.
Pernah terjadi suatu peristiwa kenekatan anak remaja yang inherent dengan “acting out” pada anak sukar didik ini, yaitu dua anak SMA dari Medan menumpang pesawat Air Bus Garuda di bagian ruang penyimpanan roda. Perilaku ini merupakan kenekatan, sebab mereka sama sekali tidak memperhitungkan resiko keamanan dan kecelakaan. Kejadian ini sangat menggemparkan dan menimbulkan  kesulitan bagi diri, keluarga dan orang lain. Apakah kejadian ini dapat menggolongkan kedua anak muda tersebut ke dalam kelompok anak sukar didik ? Untuk menjawabnya diperlukan analisis yang mendalam tentang karakter anak baik dari orang tua, teman sebaya dan guru sekolahnya.
Keadaan sukar didik berkaitan dengan penolakan terhadap norma masyarakat dan penolakan terhadap apa yang dianggap “benar” oleh masyarakat. Mereka melakukan perilaku yang anti sosial, seperti suka membolos sekolah, menipu, mencuri dan sebagainya tanpa perasaan “bersalah”. Mereka adalah anak-anak tanpa kontrol internal dan kontrol eksternalnya tidak mempan lagi. Penyebab pokok gangguan ini adalah tidak adanya rasa atau afeksi dalam masa kanak-kanak. Penanganan dari kasus ini membutuhkan kerja yang total dari para ahli. Harus benar-benar dididik di luar rumah dan dimasukkan dalam pendidikan khusus.
3.      Anak dengan gangguan belajar
Gangguan belajar adalah penyimpangan dalam proses belajar yang berhubungan dengan deskrepansi yang signifikan antara kemampuan yang diperlukan : dalam bahasa dan berfikir logika matematika dengan tingkat prestasi yang nyata dalam bahasa dan matematika. Gangguan ini dapat disebabkan oleh fungsi otak bagian hemisfere yaitu pusat kemampuan bahasa yang terganggu. Lepas dari kesukaran dan gangguan yang timbul karena kerusakan otak, maka perlu sekali untuk mengenal gangguan belajar karena faktor motivasional dan sosialisasi. Hal ini terutama berkaitan dengan gangguan membaca, bahasa dan menulis.
Gangguan bahasa sudah dapat dilihat pada perkembangan awal. Gangguan bahasa ini terwujud dalam gangguan bicara (bisu, gagap). Kemampuan bahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak, karena kemampuan bahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lainnya, sebab kemampuan bahasa untuk melibatkan kemampuan kognitif, sensori motorik,psikologis,emosi dan lingkungannya. Mereka harus mendengar pembicaraan berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari, maupun pengetahuannya tentang dunia. Mereka harus belajar mengekspresikan diri, membagi pengalaman dengan orang lain dan mengemukakan keinginannya.
4.      Anak nakal/delinkuensi
Ciri dari anak nakal adalah tindakannya melawan hukum dan sering cenderung kriminil. Anak-anak yang delinkuen dengan remaja putus sekolah mungkin dapat ditelusuri kebenarannya, meskipun begitu anak remaja yang putus sekolah dan berkeliaran belum tentu delinkuen. Anak-anak nakal benar-banar melakukan kejahatan dan pelanggaran yang serius.
Menurut Conger 173 diskriminasi sosial dapat menyebabkan bertambahnya kriminalitasnya, namun remaja yang hidup dalam kemiskinan , dengan orang tua tidak bertanggung jawab akan menjadi delinkuen.
Deinkuen ditemukan pada anak remaja yang berasal dari berbagai tingakatan sosial ekonomi dan bukan dari kelas sosial ekonomi rendah saja. Anak-anak delinkuen mempunyai kepercayaan diri yang lebih kuat, memberontak, dan ambivalen otorites, mendendam, dan menunjukkan sikap bermusuhan, curiga, destruktif, impulsif, dan menunjukkan kontrol batin yang kurang. Suatu penelitian menunjukkan bahwa  tingkat kecerdasan anak-anak delinkuen biasanya di bawah rata-rata hingga rendah. Dapat dinyatakan  bahwa delinkuen berkaitan dengan sifat-sifat kepribadian.
Delinkuen terjadi baik pada anak wanita maupun pria. Pada anak pria sering berkaitan dengan pencurian, pelanggaran norma, dan kekerasan. Sedangkan delinkuen pada wanita kebanyakan termasuk pelanggaran seksual atau premarital seks. Dari suatu penelitian pada tahun 17 ditemukan bahwa prevalensi pencurian yang dilakukan oleh remaja mencapai angka 5 persen. Sekalipun masih rendah namun hal ini cukup mengerikan, sebab remaja adalah penerus kelangsungan hidup bangsa. Kasus premarital seks yaitu melakukan hubungan seks sebelum menikah akhir-akhir ini banyak ditemukan dan frekuensinya cenderung meningkat. Suatu penelitian di Yogyakarta menyatakan bahwa remaja yang melakukan hubungan seks sebelum menikah mencapai sepuluh persen. Rupanya delinkuensi termasuk sindroma perilaku seperti alkoholisme, narkoba atau narkotik dan obat terlarang, dan sebagainya.
MIlenium ketiga di Indonesia diramaikan oleh berita maraknya pemakai narkabo hingga melanda para atlet sepakbola dan para artis. Bahkan pengedarnya melibatkan perwira suatu angkatan daam tubuh TNI. Kini kampanye mengenyahkan narkoba banyak digencarkan. Perilaku delinkuen sering bermotifkan karena ada pengaruh teman sebaya, dan keinginan untuk mencoba.
Upaya untuk mengatasi masalah delinkuensi membutuhkan terapi yang menyangkut perilaku. Perlu diterapkan prinsip reinforcementseperti membiarkan atau tidak menghukum kesalahan atau kegagalan, memuji tingkah laku yang positif dan belajar model atau role playing. Cara penanganan ini tentulah setapak demi setapak. Untuk delinkuensi berat hal ini perlu mendapatkan pembuktian.
5.      Aliensi atau Pecandu
Alienasi adalah perasaan menjadi asing terhadap sesuatu. Alienasi merupakan problematik identitas kepribadian anak, sehingga anak mereka “lari” dari kenyataan hidup yang sebenarnya untuk mendapatkan kenikmatan baru. Oleh karena itu alienasi sering juga disebut sebagai pecandu. Pada remaja seringkali mereka melepaskan diri dari keluarga, hal ini merupakan penanda awal dari kemungkinan terjadinya alienasi. Mereka mulai melonggarkan diri terhadap norma keluarga dan menjalin hubungan dengan lingkungan di luar keluarga, yaitu teman sebaya. Semakin intensif pergaulan dengan teman sebaya, semakin melonggar pula mereka mengikuti pengaruh dari orang tua. Celakanya adalah bila dari teman sebayanya cenderung mempunyai perilaku kelompok yang bersifat negatif, maka anakpun akan menirunya pula.
Dalam bidang seksualitas sering ditemukan semakin permisif norma yang dianut akan semakin meningkat intensitas keterlibatan dengan teman sebaya. Intensitas yang tinggi dengan teman sebaya akan mengurangi ketergantungan dengan orang tua.
Merasa asing dapat bersifat parsial atu total. Pada tingkat terakhir alienasi dapat berwujud ekstrem misalnya masuk dalam kelompok yang menentang norma-norma masyarakat atau kontra kultur, menjadi dropout sosial atau  menjadi pecandu narkoba. Refleksi dari alienasi sering berwujud kecanduan akan minuman keras dan terutama obat. Oleh karena itu ada hubungan yang erat  antar  alienasi dengan kecanduan drug hard. Kalau sudah  demikian maka susah untuk melakukan penanganan. Pengobatan individual dilaksanakan di klinik-kinik khusus. Di Jawa Barat terdapat Suralaya, dibeberapa rumah sakit mulai dikembangkan layanan untuk penyembuhan dan ketergantungan terhadap obat terlarang.
6.      Rehabilitasi Cacat
Upaya untuk memperbaiki keadaan cacat disebut sebagai rehabilitasi. Rehabilitasi dilakukan secara medis, edukatif, sosial, dan psikologis. Rehabilitas terhadap penderita cacat membutuhkan kerja yang tekun dari berbagai bidang seperti ahli kesehatan, ahlli kejiwaan dan ahli pendidikan. Tujuan dari rehabilitasi meliputi upaya perbaikan dan pencegahan sehingga rehabililitasi bersifat promotif, preventif dan kuratif. Tujuan umum dari upaya rehabilitasi adalah mencegah terjadinya kecacatan dengan memberikan latihan-latihan serta memberikan alat-alat seperti protesa, alat penyangga dan lain-lain, serta mengembalikan kemampuan bekerja dari penderita cacat dengan mempersiapkan kemampuan jasmani,ruhani,dan terutama kemampuan mengurus diri sendiri.
Rehabilitasi terhadap penderita cacat diselenggarakan oleh pemerintah melalui pendidikan dan rehabilitasi medis. Departemen Kesehatan beserta jajarannya berperan dalam memberikan deteksi dini, memberikan latihan bagi petugas, memberikan rujukan dan memberikan layanan rehabilitasi medis.
Pendidikan bagi anak cacat di Indonesia dibagi menjadi SLB bagian A, SLB bagian B, SLB bagian C, SLB bagian D dan SLB bagian E. Departemen pendidikan berperan memberikan pendidikan bagi anak cacat melalui sekolah luar biasa. Pendidikan luar biasa dilaksanakan melalui sekolah-sekolah sesuai dengan kecacatan yang diderita yaitu :
a.       SLB Bagian A      : untuk anak dengan kelainan penglihatan/tuna netra
b.      SLB Bagian B       : untuk anak dengan kelainan pendengaran dan bicara.
c.       SLB Bagian C       : untuk anak dengan keterbelakangan mental atau tuna grahita
d.      SLB Bagian D      : untuk anak dengan kelainan anggota tubuh atau tuna daksa
e.       SLB Bagian E       : untuk anak dengan tuna laras atau mempunyai kelainan emosi

Masyarakat yang menaruh perhatian terhadap para penderita cacat juga mengupayakan layanan rehabilitasi melalui pendirian balai pengobatan sebagaimana yang ada di Surabaya, Jawa Barat untuk rehabilitasi bagi anak yang kecanduan narkoba. Pada saat ini telah dikembangkan rehabilitasi bersumberdaya masyrakat atau RBM yaitu upaya perubahan perilaku masyarakat dan penyandang cacat dalam hal sikap, pengetahuan dan ketrampilan sehingga masyarakat dan penyandang cacat mampu meningkatkan pemahamannya terhadap masalah kecacatan dan dapat mengupayakan lingkungan yang positif bagi penyandang cacat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Yayasan Pembina Anak Cacat atau YPAC adalah salah satu bentuk RBM yang mempunyai program pendidikan dan pemberdayaan anak cacat.


ANAK BERBAKAT
Peserta didik yang mampu menumbuh kembangkan  berbagai potensi kemanusiaannya pada taraf  yang tinggi disebut sebagai peserta didik yang berbakat. Keberbakatan merupakan konsep yang berakar biologis, yang menunjuk pada adanya taraf yang tinggi dari intelegensi fungsi-fungsi otak, meliputi penginderaan, emosi, kognisi dan intuisi. Keberbakatan dengan demikian merupakan potensi anak yang terlihat dari kreativitas verbal maupun non verbal.
Keberbakatan intelektual biasanya ditandai  dengan skore IQ 13 atau lebih menurut skala WISC. Akan tetapi anak mempunyai IQ di atas rata-rata pun dapat dinyatakan sebagai peserta didik berbakat, jika disertai dengan high task commitment dan high creativity. Oleh karena itu pengertian anak berbakat ialah anak yang mencapai kemampuan superior dalam suatu bidang yang dianggap bernilai oleh masyarakat. Dilihat dari skor IQ anak berbakat berada dalam skore 135 s/d 200, mempunyai prestasi yang tinggi dalam belajar dan penonjolan yang luar biasa dalam bidang tertentu.
Memang tidak semua peserta didik mampu mencapai tingkat keberbakatan. Banyak pula peserta didik yang memiliki potensi keberbakatan tetapi karena lingkungan tidak mendungan maka potensi tersebut tidak teraktualisasikan. Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan untuk menumbuhkembangkan potensi keberbakatan inilah interaksi kooperatif dipilih untuk digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kurikulum seharusnya dirancang sesuai dengan prinsip-prinsip yang memungkinkan tumbuh kembangnya keberbakatan peserta didik.

Ada empat alasan utama perlunya menumbuhkembangkan keberbakatan peserta didik yaitu :
1.      Tanpa adanya usaha yang sungguh-sungguh untuk menumbuhkembangkan keberbakatan peserta didik, keberbakatan tersebut tidak akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Aktualisasi berbagai potensi kemanusiaan dipengaruhi oleh stimulasi lingkungan. Stimulasi lingkungan tidak hanya berpengaruh pada perilaku tetapi juga pada berpengaruh pada taraf sel otak.
2.      Peserta didik yang memiliki keberbakatan adalah sumber daya yang sangat penting, yang jika dapat dikembangkan dapat digunakan untuk memecahkan masalah nasional maupun global.
3.      Tanpa adanya usaha yang sungguh-sungguh untuk mengembangkan keberbakatan peserta didik terutama pada usia sekolah dasar keberbakartan peserta didik terutama pada usia sekolah dasar dan usia sekolah lanjutan, keberbakatan mungkin akan hilang percuma.
4.      Tanpa adanya usaha yang sungguh-sungguh untuk mengembangkan keberbakatan peserta didik secara nasional, mungkin keberbakatan peserta didik dari keluarga yang tidak mampu akan tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan secara optimal.

Sampai saat ini pedidikan khusus di Indonesia terutama dikhususkan bagi anak-anak yang mengalami hambatan atau handicaped. Pendidikan untuk anak berbakat belum memperoleh perhatian yang sepenuhnya. Akan tetapi upaya-upaya menumbuhkan keberbakatan sejak usia dini sudah mulai dirintis oleh sekolah-sekolah unggulan. Di Malang kini ada beberapa sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah yang telah menggunakan konsep pengembangan anak berbakat. Jika tidak disediakan pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangannya maka anak berbakat tidak dapat mewujudkan potensinya.. Bahkan besar kemungkinan kita kehilangan bibit unggul atau mungkin malah menimbulkan semakin banyaknya anak bermasalah.

1.      Ciri-ciri anak Berbakat
Secara sekilas pernah kita saksikan dalam tayangan televisis bagaimana seorang anak berbakat yang baru berusia 2 tahun sudah dapat menghafal nama-nama sseratus negara berikut dengan kepala negara dan benderanya. Anak itu kmudian dicatat prestasinya oleh suatu lembaga yang disebut MURI atau Museum Record Indonesia di Semarang. Apa yang ditayangkan oleh televisi tersebut menunjuk pada salah satu ciri anak berbakat.
Panitia seminar nasional alternatif program pendidikan anak berbakat-telah mendiskripsikan ciri-ciri anak berbakat. Ciri-ciri tersebut secara lengkap adalah sebagai berikut :
a.       Ciri fisik sehat dan perkembangan psikomotorik lebih cepat dari rata-rata, terutama dalam kemampuan koordinasi.
b.      Ciri mental inteektual usia mental lebih tinggi dari pada rata-rata anak normal. Daya tangkap dan pemahaman lebih cepat dan luas. Dapat berbicara lebih dini. Hasrat ingin tahu lebih besar, selalu ingin mencari jawab. Kreatif, mandiri dalam bekerja dan belajar serta mempunyai cara belajar yang khas.
c.       Ciri mental emosional : mempunyai kepercayaan diri yang kuat, persisten sampai keinginannya terpenuhi atau gigih. Peka terhadap situasi di sekitarnya, senang terhadap hal-hal yang baru dan ciri ini dapat berkembang menjadi negatif bosan dengan hal-hal rutin, egois dan sebagainya.
d.      Ciri sosial : senang bergaul dengan anak yang lebih tua, suka bermain dengan permainan yang mengandung pemecahan masalah, suka bekerja sendiri, sukar bergaul dengan teman sebaya, sukar menyesuaikan diri. Disamping itu anak-anak berbakat mempunyai ciri-ciri tertentu sebagai berikut :
1)      Kemampuan berfikir kritis dapat mengarah ke sikap skeptis dan sikap kritis terhadap diri sendiri maupun orang lain.
2)      Kemampuan kreatif dan minat untuk melakukan hal-hal baru bisa menyebabkan anak berbakat tidak menyukai atau lekas bosan terhadap tugas-tugas rutin
3)      Perilaku ulet dan terarah pada tujuan sering tampak pada anak berbakat dapat menjurus pada keinginan untuk memaksakan atau mempertahankan pendapatnya
4)      Kepekaan anak-anak berbakat bisa membuatnya mudah-mudah tersinggung atau peka terhadap kritik orang lain
5)      Semangatnya yang tinggi dan kesiagaannya serta inisiatipnya dapat membuat kurang sabar atau kurang toleran jika tidak ada kegiatan atau kurang nampak kemajuan dalam kegiatan yang sedang berlangsung
6)      Tidak mudah tunduk kepada orang lain bisa merasa ditolak atau kurang dimengerti oleh lingkungan.
Ciri-ciri anak berbakat yng sudah diuraikan dimuka masih dpat dilengkapi dengan ciri-ciri lain yang belum terungkapkan misalnya anak berbakat selalu rasiona, responsif, senang belajar, kreatif,orisina, apresiatif, elaboratif serta menerapkan metode ilmiah. Indikasi anak berbakat itu sangat perlu mendapatkan perhatian agar mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itulah pendidikan bagi anak berbakat perlu dikembangkan.
2.      Program Pendidikan untuk Anak Berbakat
Program pendidikan untuk anak berbakat dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk yaitu :
a.       Pengayaan atau enrichment adalah pembinaan anak berbakat dengan penyediaan kesempatan dan fasilitas belajar tambahan yang bersifat ekstensif dan intensif. Pengayaan diberikan kepada anak setelah bersangkutan menyelesaikan tugas tugas yang diberikan untuk anak-anak sekelasnya. Pengayaan dapat diberikan seperti tugas perpustakaan, independent study, proyek penelitian, studi khusus dan lain sebagainya.
b.      Percepatan atau akselerasi yaitu cara penanganan anak berbakat dengan memperbolehkan naik kelas secara meloncat atau menyelesaikan program reguler dalam jangka waktu yang lebih singkat. Variasi bentuk percepatan ini antara lain adalah
a.       Eraly admission atau masuk lebih awal
b.      Advancd placement atau naik kelas sebelum waktunya, mempercepat kenaikan kelas
c.       Advanced courses atau mempercepat pelajaran atau merangkap kelas dll.
c.       Pengelompokan khusus atau segregation yang dapat dialkukan sepenuhnya atau sebagian yaitu bila sejumlah anak berbakat dikumpulkan dan diberi kesempatan untuk secara khusus memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan potensinya. Kegiatan dimaksud dapat berlangsung seminggu sekali atau selama semester penuh. Macam segregation antara lain homogenous grouping. Cluster grouping, subgrouping, dan cerossgrouping.

Kurikulum pendidikan di Indonesia untuk berbagai tingkat pendidikan mulai disosilisasikan pendekatan CBSA. Pendekatan ini pada dasarnya banyak bertolak dari teori-teori yang berkenaan dengan pendidikan bagi anak berbakat, yang diusahakan untuk dapat diterapkan secara msasal. Melalui pendekatan CBSA yang benar diharapkan peserta didik dapat mengaktualisasikan seluruh potensi keilmuannya yang kalau peserta didik memiliki keberbakatan diharapkan dapat mencapai tingkat kreativitas yang tinggi. Dengan demikian perhatian terhadap pendidikan  bagi peserta didik berbakat di Indonesia secara umum dapat diidentifikasi dari diberlakukannya pendekatan CBSA atau yang oleh Conny Semiawan disebut sebagai pembelajaran aktif dan termakna.
Pelayanan pendidikan untuk anak berbakat menurut beberapa pakar perlu diselenggarakan secara khusus atau segregation. Sekalipun masih terdapat pro dan kontra terhadap masalah ini, dibeberapa tempat di Indonesia telah diselenggarakan sekolah khusus bagi anak berbakat. Di Magelang Jawa Tengah terdapat SMA Taruna Nusantar, sekolah unggulan yang diselenggarakan oleh TNI. Sekolah semacam ini juga didirikan  oleh yayasan tertentu di Sumatera utara atau Medan. Sekolah unggulan kini juga mulai dikembangkan sejak di TK sampai di SMU. Di Malang terdapat TK Restu, Madrsah Ibtidaiyah Negeri Malang I, SMA Negeri III dsb. Penyelenggaraan sekolah-sekolah tersebut sangat terkait dan berkepentingan dengan keberbakatan peserta didik.
Untuk menunjang keberhasilan usaha pendidikan khusus bagi anak berbakat perlu dilakukan identifikasi secara dini terhadap keberbakatan peserta didik. Hal ini mengingat pengaruh faktor lingkungan terhadap perkembangan mental dan entelektual anak terutama di masa balita.
Di samping itu peran orang tua dan masyarakat pada anak berbakat perlu dilakukan pembinaan sehingga orang tua dan masyarakat dapat membimbing dan mendorong peserta didik yang berbakat dengan benar. Last but not least adalah perlu segera dirintis usaha usaha pengembangan kurikulum dan program kegiatan anak berbakat. Usaha-usaha itu perlu dilandasi dan didukung oleh teori dan konsep mengenai pendidikan dan studi lanjut untuk mengembangkan teknologi yang tepat untuk diterapkan pada pendidikan anak berbakat.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar